Satu lagi peluang emas untuk masyarakat desa khususnya yang berlimpah sumber daya alam pertanian, perkebunan, peternakan hingga kelautan perikanan. Pasalnya, telah hadir Badan Gizi Nasional (BGN) yang bertugas untuk mengatur sistem tatakelola gizi masyarakat serta bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
Kebutuhan gizi nasional yang meningkat pesat pasca terbitnya Peraturan Presiden nomor 83 Tahun 2024 ini menciptakan peluang baru bagi sektor hulu khususnya pasokan pangan dan bumbu dimana seperti yang kita ketahui semua itu ada di level desa.
diskusi santa bersama salah satu kelompok pertanian ubi jalar dan jagung, Kab. Seram Bagian Barat |
Tidak tanggung - tanggung, sekarang Bulog sebagai perusahaan beras nomor satu di Indonesisa pun bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Tidak hanya itu, terobosan baru dari kementrian pertanian yakni Petani Milenial menjadi angin segar bagi para mahasiswa hingga fresh graduate untuk segera menjadi petani.
Di sisi lain, Desa sebagai pemasok bahan baku nomor satu di negara ini ternyata masih belum mencukupi kebutuhan pangan apalagi kebutuhan gizi. Skema baru rantai pasok bahan makanan bergizi harus disambut baik oleh permerintah dan masyarakat desa khususnya desa - desa dengan pertanian dan perikanan terbaik yang ada di Maluku.
Skema yang ditawarkan BGN salah satunya adalah kolaborasi pasokan bahan baku hasil pertanian/perkebunan, perikanan dan peternakan hingga olahan roti skala mikro harus dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Bumdes sebagai processor sekaligus hub memegang peran paling penting dalam mensukseskan skema ini.
Ini akan sangat berdampak pada putaran ekonomi level desa sekaligus terobosan dimana setiap Bumdes akan berlomba menjadi pemasok makanan bergizi di sekolah pada masing - masing desa. Jika peluang ini tidak disambut dengan baik, maka betapa ruginya masyarakat desa khususnya petani dan nelayan.
Sebagai informasi, terdapat beberapa fakta secara general ekosistem Bumdes dan putaran ekonomi desa - desa di Maluku seperti ;
#1. Bumdes mati suri
Bumdes yang seharusnya mendapat stimulasi dari Dana Desa untuk menjalankan bisnis modelnya diharapkan dapat berjalan dengan baik hingga memberikan respon balik ke desa berupa Pendapatan Asli Desa (PADes), namun faktanya kekurangan sumber daya manusia khususnya di bidang keuangan, ekonomi dan bisnis menjadi faktor utama bumdes terbentuk hanya di awal, setelah penyertaan modal selesai, bumdes pun hilang eksistensi dan perannya.
#2 Menajemen kelompok ekonomi Desa
Inisiatif masyarakat, baik petani maupun nelayan dalam membentuk kelompok - kelompok ekonomi mikro dengan tujuan memudahkan pekerjaan dan stabilisasi hasil panen ternyata juga belum maksimal implementasinya. Dominasi keluarga dalam kepengurusan kelompok menimbulkan gesekan internal hingga terjadi gap yang berdampak buruk bagi menajemen kelompok.
#3 Bantuan infrastruktur pertanian / perikanan berdasar Like & Dislike
Bantuan sarpras dan pendampingan dari pemerintah dalam hal infrastruktur pertanian, peternakan hingga kelautan perikanan guna memompa kualitas dan kwantitas hasil panen masih berdasarkan like dan dislike. Di beberapa Desa di Kabupaten Seram Bagian Timur misalnya, terdapat petani murni yang menerima bantuan mesin 25PK padahal yang bersangkutan bukan nelayan, akhirnya mesin tersebut dijual dan tidak ada kelanjutan hasil panen ikan.
#4 Psikologi masyarakat
Beruntung jika pada suatu desa masyarakatnya partisipatif, kompak dan saling pengertian. Jika tidak, maka sudah pasti dominan kebiasaan malas, tidak merawat kebun, hanya menanti BLT atau bahkan mencuri.
Maluku yang terkenal dengan Papeda dan Ikan Kuah kuning ini jelas berarti unggul dalam hal ikan dan sagu. Untuk bisa berasimilasi dengan program pemerintah dalam hal pemenuhan gizi nasional, pilihan ada di tangan masyarakat.
#makanbergizigratis
#BadanGiziNasional
#tahuribabunyi