Jenis kopi yang paling dikenal dunia adalah Arabica, Robusta dan Liberica, sementara jenis lainnya sering disebut dengan istilah single origin atau kopi khas daerah tertentu dengan banyak varian jenis maupun citarasa. Lalu bagaimana dengan KOPI TUNI ?
Bibit unggul Kopi Tuni tanpa pupuk dan pestisida |
Eksistensi pohon Kopi Tuni sendiri sudah ada jauh sebelum masa kolonial. Salah satu butir tuntutan Kapitan Pattimura terhadap Van Middelkoop (perang Pattimura 1817), disebutkan bahwa mereka menolak percobaan penanaman Pala dan Kopi oleh Belanda. Ini adalah bukti mengapa di Maluku tidak ada perkebunan kopi pada masa kolonial.
Jauh sebelum itu, Jepang pernah mencoba membuat perkebunan kopi di daerah Luhu, Seram Bagian Barat, dan Tanimbar Utara dengan tujuan mereka bisa menikmati kopi tanpa harus menunggu stok dari perkebunan kopi di daerah lain.
Kopi Tuni termasuk dalam varian single origin dengan tingkat perbedaan yang sangat unik dibandingkan dengan Arabica, Robusta maupun Liberica. Pohon Kopi Tuni tumbuh di Pulau - pulau Maluku dengan persebaran mulai dari pesisr pantai hingga area pegunungan.
Karena sebelumnya tidak ada harga, Pohon ini biasanya ditebang petani untuk dijadikan kayu bakar atau elemen konstruksi jerat binatang di hutan karena kayunya yang elastis dan kuat. Persebaran Kopi Tuni yang tumbuh liar ini paling banyak ditemukan di Pulau Seram, sementara persebaran lainnya di Pulau - pulau Lease, Buru, Kei, Yamdena dan Wetar. Sangat jarang ditemukan di Hutan - hutan Pulau Ambon. Diduga, pohon Kopi Tuni juga tersebar secara liar dan alami di Pulau - pulau Maluku Utara dan Papua Barat.
Secara fisik, Kopi Tuni memiliki diamenter batang pohon, daun hingga biji kopi yang lebih kecil dibanding Robusta dan Arabica.
Dari teknik pengolahan hasil panen hingga menjadi secangkir kopi, ternyata didapati berbagai macam keunikan yang justru menjadi keunggulan dari kopi itu sendiri.
Menurut Yulius Wibowo atau akrab disapa Bowo Kopi oleh para petani, narasumber yang meneliti kopi ini, biji Kopi Tuni bisa menimbulkan mispersepsi jika diluncurkan secara langsung ke dunia bisnis dan perdagangan komoditi kopi. Hal ini dikarenakan orang akan mengira biji Kopi Tuni itu cacat karena ukurannya yang sangat amat kecil.
Citarasa yang didapati pun berbeda - beda tergantung daerah asal Kopi Tuni tumbuh dan Jenis Pohon Penaung. Ada yang rasa cengkeh, kenari, pala, durian, mangga, wine, kacang dan masih banyak lagi. Hal ini dikarenakan perilaku petani Maluku yang cenderung bertani menggunakan teknik tumpang sari, dimana dalam satu dusun/kebun, terdapat berbagai macam pohon-pohon produktif.
Prihatin akan realita Petani dan potensi Kopi Tuni bak Mutiara Hitam yang terabaikan, Bowo Kopi menggagas sistem tata kelola Kopi Maluku berbasis ekonomi sosial kerakyatan dengan tujuan meningkatkan taraf hidup Petani dan UMKM di Maluku.
Tidak tanggung - tanggung, sebuah Yayasan Kopi Maluku telah berdiri secara legal sejak tahun 2019 dan menjadi fasilitator atas pembentukan Koperasi Seribu Negeri Kopi Maluku yang beranggotakan Petani dan UMKM untuk menggerakan motor ekonomi mikro.
Hingga kini, Koperasi telah membeli biji Kopi Tuni dari anggota Petani dengan harga Rp. 30.000 / Kg, tentunya dengan spesifikasi yang telah disosialisasikan oleh Yayasan. Biji kopi tersebut kemudian diolah oleh UMKM terlatih untuk melahirkan final produk berkualitas tinggi yang mampu bersaing dalam pasar kopi nasional maupun internasional.
Siklus asas manfaat pun dapat dinikmati oleh Petani dan UMKM anggota Koperasi mulai dari rantai pasok, Pembibitan, Perkebunan, Pasca Panen, Gudang, UMKM Sangrai, UMKM Kemasan, UMKM Barista dan Kedai Kopi hingga UMKM Digital Marketing.
Rantai kerjasama skala micro ini terdiri dari Petani, Pemuda dan Industri Kreatif yang sepakat serta mendukung Program Revitalisasi Kopi Maluku dengan harapan agar Maluku bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi yang jauh dari kepentingan kapitalis dan eksploitasi.
#KopiTuni
Post a Comment