Konten ini saya tulis dalam keadaan normal dan tenang, mengumpulkan dan menganalisa setiap informasi dari sumber terpercaya baik formal maupun informal bahkan selama bertahun - tahun, setidaknya sebagai pembuka untuk meyakinkan pada pembaca kalau saya bukanlah orang yang tidak waras dan justru sebaliknya. Jika ada pembaca yang hanya ikut - ikutan atau tidak mempunyai argumen yang kuat sehingga berujung pada percecokan, sebaiknya jangan dibaca karena khusus konten ini hanya saya tulis bagi mereka yang benar - benar merupakan bagian dari garis keturunan Bangsa Alifuru, bagi mereka yang konsisten terhadap sejarah khususnya perjanjian - perjanjian yang pernah diselenggarakan, sumpah dan komitmen melindungi tanah tumpah darah, tanah pemberian dari sang pencipta.
Quotes Alifuru |
Salam Nusantara !
Negara kita berdiri dengan landasan paling kuat salah satunya yaitu PANCASILA, lima aturan yang disepakati dan diyakini mampu mempersatukan Nusantara sehingga dapat berdiri menjadi suatu Negara besar. Dalam Negara yang memperjuangkan sendiri kemerdekaannya ini, jauh sebelum masa Hindia Belanda, sudah ada Kepulauan Maluku dengan ras Melanesia serta lebih dari seribu bahasa lokal berdasarkan Negri - Negri yang tersebar dari Utara Halmahera sampai Tenggara Jauh.
Setelah runtuhnya kerajaan Sahulau (kerajaan terakhir setelah Nunusaku), banyak pahlawan Maluku yang berperang, mengukir sejarah pemerintahan hingga pasca Perang Dunia II. Perang Kapahaha misalnya yang berlangsung selama sekitar 10 tahun (1636-1646). Dari perang yang terjadi dengan sejumlah taktik gerilya ini mengindikasikan sudah adanya sistem pemerintahan yang terstruktur (bayangkan bagaimana orang Maluku bisa menyerang garis perbatasan hingga masuk lewat pintu depan benteng - benteng penjajah) mengingat kepulauan Maluku terdiri dari sejumlah Negri Raja - Raja.
Mengapa pada jaman pra sejarah, Maluku identik sekali dengan penjajahan dan peperangan ?
jawabannya hanya satu yaitu kekayaan, Maluku merupakan satu - satunya daerah yang paling kaya akan rempah - rempah sehingga dunia perdagangan mengenalnya dengan sebutan The Spice Islands (kepulauan rempah - rempah). Rempah - rempah merupakan representasi dari salah satu tiga semboyan penjajahan yakni gold, glory and gospel. Emas, Rempah - rempah, hasil laut bahkan sinar matahari merupakan bagian yang menyatu dengan nadi orang Alifuru.
Mulai dari Timur Tengah, Eropa, Gujarat dll yang pernah menjajah Maluku, tetap saja ada peperangan yang terjadi. bahkan yang paling menyedihkan adalah perang terakhir Ambon Berdarah pasca 1998-2000 dengan realitanya yaitu perang antar orang Indonesia sendiri padahal tidak ada perang internal suku melainkan perang antara pendatang hingga peyerbuan besar - besaran di berbagai kepulauan Maluku khususnya Maluku Tengah. Saya tidak setuju dengan rumor jawanisasi tapi saya sepakat adanya permainan politik dominasi ras dari oknum - oknum 'tangan besi'.
Orang Maluku hidup dan mengidupi sumpah Pela Gandong yang mengikat sampai setiap garis keturunan yang ada hingga kini, anehnya media menyebarkan perang yang terjadi adalah perang internal antar ras dengan topeng agama. Sangat menyakitkan dan tidak sesuai kenyataan. Dimana militer pada saat itu ? hanya berdiri dan memblokir jalan, menonton dan dikendalikan diktator 'tangan besi'. Lantas dengan adanya segelintir peperangan yang terjadi itu dapat menghancurkan Maluku ? saya rasa tidak ada pengaruhnya, akan tetapi secara diam - diam mulai ada dan mucul pengkhianat yang menerima 'propaganda' dari pihak luar, harta dan kehormatan menjadi taruhan kerakusan. Hasil tambang dijarah, hutan adat dieksploitasi, gelar lumbung ikan nasional tetapi harga ikannya mahal di tanah sendiri, investasi produk dan brand luar negeri menjamur dan mematikan industri warisan turun - temurun yang berkoridor kemanusiaan dan kelestarian alam.
Dasarnya adalah MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). MEA seolah menjadi tools untuk melancarkan dominasi elit politik kotor, padahal MEA merupakan program yang sangat baik untuk mendongkrak perekonomian internasional khususnya Asia Tenggara.
Tidak cukupkah pembagian Maluku dan Maluku Utara ? mengapa kita dipisahkan dan dinominasi pendatang di tanah kita sendiri ? dengan alasan sistem pemerintahan yang terpusat ? memangnya tidak ada peran teknologi dalam menjalankan sistem pemerintahan ?. Kami orang Maluku, menggunakan 'jas merah' dan belajar dari pengalaman. Selama tanah ini masih memiliki kekayaan, selama itupun akan terjadi perang dan penjajahan baik secara terang - terangan maupun secara diam - diam.
Cukuplah kita belajar sejarah Jawa, Maja Pahit, Candi Borobudur, Prambanan dll. Saya heran, mengapa buku pelajaran sejarah yang beredar tidak menuliskan tentang sejarah tanah kita sendiri (padahal sangat terkenal di negara - negara maju seperti Belanda), dan justru membuat kita asing di tanah kita sendiri.
Saya sangat mengapresiasi pahlawan Maluku yang masih bertempur dalam perang politik hingga saat ini, yang memperjuangkan Maluku dengan cara - cara yang sangat briliant dan sportif, masuk dan menyatu dalam politik kotor tetapi tidak terpengaruh dengan kebusukannya, hingga kelak Maluku akan dikenali lagi sebagai Negri Raja - Raja, bukan daerah peringkat termiskin se-Indonesia.
Negara kita berdiri dengan landasan paling kuat salah satunya yaitu PANCASILA, lima aturan yang disepakati dan diyakini mampu mempersatukan Nusantara sehingga dapat berdiri menjadi suatu Negara besar. Dalam Negara yang memperjuangkan sendiri kemerdekaannya ini, jauh sebelum masa Hindia Belanda, sudah ada Kepulauan Maluku dengan ras Melanesia serta lebih dari seribu bahasa lokal berdasarkan Negri - Negri yang tersebar dari Utara Halmahera sampai Tenggara Jauh.
Setelah runtuhnya kerajaan Sahulau (kerajaan terakhir setelah Nunusaku), banyak pahlawan Maluku yang berperang, mengukir sejarah pemerintahan hingga pasca Perang Dunia II. Perang Kapahaha misalnya yang berlangsung selama sekitar 10 tahun (1636-1646). Dari perang yang terjadi dengan sejumlah taktik gerilya ini mengindikasikan sudah adanya sistem pemerintahan yang terstruktur (bayangkan bagaimana orang Maluku bisa menyerang garis perbatasan hingga masuk lewat pintu depan benteng - benteng penjajah) mengingat kepulauan Maluku terdiri dari sejumlah Negri Raja - Raja.
Mengapa pada jaman pra sejarah, Maluku identik sekali dengan penjajahan dan peperangan ?
jawabannya hanya satu yaitu kekayaan, Maluku merupakan satu - satunya daerah yang paling kaya akan rempah - rempah sehingga dunia perdagangan mengenalnya dengan sebutan The Spice Islands (kepulauan rempah - rempah). Rempah - rempah merupakan representasi dari salah satu tiga semboyan penjajahan yakni gold, glory and gospel. Emas, Rempah - rempah, hasil laut bahkan sinar matahari merupakan bagian yang menyatu dengan nadi orang Alifuru.
Mulai dari Timur Tengah, Eropa, Gujarat dll yang pernah menjajah Maluku, tetap saja ada peperangan yang terjadi. bahkan yang paling menyedihkan adalah perang terakhir Ambon Berdarah pasca 1998-2000 dengan realitanya yaitu perang antar orang Indonesia sendiri padahal tidak ada perang internal suku melainkan perang antara pendatang hingga peyerbuan besar - besaran di berbagai kepulauan Maluku khususnya Maluku Tengah. Saya tidak setuju dengan rumor jawanisasi tapi saya sepakat adanya permainan politik dominasi ras dari oknum - oknum 'tangan besi'.
Orang Maluku hidup dan mengidupi sumpah Pela Gandong yang mengikat sampai setiap garis keturunan yang ada hingga kini, anehnya media menyebarkan perang yang terjadi adalah perang internal antar ras dengan topeng agama. Sangat menyakitkan dan tidak sesuai kenyataan. Dimana militer pada saat itu ? hanya berdiri dan memblokir jalan, menonton dan dikendalikan diktator 'tangan besi'. Lantas dengan adanya segelintir peperangan yang terjadi itu dapat menghancurkan Maluku ? saya rasa tidak ada pengaruhnya, akan tetapi secara diam - diam mulai ada dan mucul pengkhianat yang menerima 'propaganda' dari pihak luar, harta dan kehormatan menjadi taruhan kerakusan. Hasil tambang dijarah, hutan adat dieksploitasi, gelar lumbung ikan nasional tetapi harga ikannya mahal di tanah sendiri, investasi produk dan brand luar negeri menjamur dan mematikan industri warisan turun - temurun yang berkoridor kemanusiaan dan kelestarian alam.
Dasarnya adalah MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). MEA seolah menjadi tools untuk melancarkan dominasi elit politik kotor, padahal MEA merupakan program yang sangat baik untuk mendongkrak perekonomian internasional khususnya Asia Tenggara.
Tidak cukupkah pembagian Maluku dan Maluku Utara ? mengapa kita dipisahkan dan dinominasi pendatang di tanah kita sendiri ? dengan alasan sistem pemerintahan yang terpusat ? memangnya tidak ada peran teknologi dalam menjalankan sistem pemerintahan ?. Kami orang Maluku, menggunakan 'jas merah' dan belajar dari pengalaman. Selama tanah ini masih memiliki kekayaan, selama itupun akan terjadi perang dan penjajahan baik secara terang - terangan maupun secara diam - diam.
Cukuplah kita belajar sejarah Jawa, Maja Pahit, Candi Borobudur, Prambanan dll. Saya heran, mengapa buku pelajaran sejarah yang beredar tidak menuliskan tentang sejarah tanah kita sendiri (padahal sangat terkenal di negara - negara maju seperti Belanda), dan justru membuat kita asing di tanah kita sendiri.
Saya sangat mengapresiasi pahlawan Maluku yang masih bertempur dalam perang politik hingga saat ini, yang memperjuangkan Maluku dengan cara - cara yang sangat briliant dan sportif, masuk dan menyatu dalam politik kotor tetapi tidak terpengaruh dengan kebusukannya, hingga kelak Maluku akan dikenali lagi sebagai Negri Raja - Raja, bukan daerah peringkat termiskin se-Indonesia.
Sekali lagi, saya tidak bermaksud SARA ataupun kontra konstitusi, justru sebaliknya. Hanya saja saya menulis untuk memberikan momentum peringatan akan sejarah (secara ulasan) bagi setiap orang Maluku agar tetap berkomitmen dan berkontribusi positif bagi tanah tumpah darah. Saya mohon maaf jika terdapat ketidaksesuaian dengan berbagai pihak terkait rekonsiliasi yang tidak transparan.
#tahuribabunyi
Post a Comment