Penduduk kota Ambon merupakan salah satu penduduk kota yang multi etnik sebagai contoh nyata ciri kehidupan orang Maluku. Hal ini merupakan fakta sejarah dari realita kehidupan yang telah berlangsung ratusan hingga ribuan tahun yang lalu. Eksistensi budaya, agama, ras, dan bahkan sistem hukum pranata adat mampu berperan sebagai faktor keteraturan di tengah pluralisme serta menjadi bukti nyata kuatnya persatuan semboyan negara kita "bhineka tunggal ika" atau lasimnya dalam bahasa serapan Ambon "katong samua orang basudara".
ilustrasi persaudaraan image source: https://cdns.klimg.com/newshub.id/news/2016/09/01/93725/750x500-tingkatkan-pariwisata-maluku-gelar-pesta-teluk-ambon-2016-160901l.jpg |
Ciri sistem kehidupan yang indah ini tentu berakar pada sistem hukum dan pranata adat Orang Maluku yang terpetakan atas enam wilayah kultur utama (belum termasuk Maluku Utara) yaitu; Maluku Tengah, Pulau Buru, Maluku Tenggara, Maluku Tenggara Barat, Maluku Barat Daya dan Kep. Aru. Keenam wilayah ini memiliki sistem hukumnya sendiri seperti pada tabel berikut :
sistem hukum dan pranata adat orang Maluku |
Berdasar data dalam tabel tersebut, dapat dijelaskan bahwa dalam diri orang basudara ada anak negri Nusa Ina, di Pulau Seram, Lease, Ambon dan Banda yang berhukum adat Pata-Siwa dan Pata-Lima dengan pranata kekerabatan Pela Gandong. Anak negri Bupolo di Pulau Buru dengan Kai-Wai. Anak negri Evav di Maluku Tenggara berhukum adat Lorsiv-Lorlim dengan Ain ni Ain. Anak negri Tanimbar dengan hukum adat Duan Lolat. Anak negri Maluku Barat Daya dengan hukum adat Kalwedo (balas: Kidabela !). Anak Jargaria dari Aru dengan pranata adat Sina Kena Sita Eka Etu. Keseluruhan sistem hukum ini bermuara pada pengertian orang basudara yang ada di dalam hati dan jiwa.
Realita ini tetap terpelihara dengan baik hingga sekarang. Representasi nyata dapat dilihat dalam keberagaman orang Ambon asli/tuni/tulen yang terpetakan dalam pemukiman di Pulau Ambon berdasar daerah asal misalnya ;
#1 Wae Ame (Wayame) artinya sungai ame, adalah salah satu wilayah yang terletak di salah satu pesisir Pulau Ambon. Di wilayah ini terdapat kampung Kota Jawa yang terbentuk karena adanya komunitas keturunan Jawa. Kekuatan 'orang basudara' di daerah ini bisa dibilang cukup kuat karena pada masa konflik Ambon berdarah (1998-2001), daerah ini dinyatakan paling aman karena tidak terpengaruh isu provokasi kerusuhan.
#2 Batu Merah (bahasa Wemale : Hatu Kao) merupakan salah satu negri adat tertua di Pulau Ambon dengan mayoritas agama Islam. Uniknya, Batu Merah memiliki Pela dengan Negri Passo dan Gandong dengan Negri Ema yang mayoritas Kristen.
#3 Kampung Mardika (Belanda : Mardijker = tawanan yang dibebaskan). Daerah ini dulunya merupakan area tawanan yang dipekerjakan sebagai kompeni Belanda dan kemudian dibebaskan, di kemudian hari terbentuklah kampung Mardika. Sebelum Belanda menduduki Ambon, di lokasi ini Portugis telah membangun benteng kota Nossa Sendora de Anunciada yang merupakan embrio kota Ambon, setelah dikuasai Belanda, benteng ini kemudian dinamakan New Victoria. dan pemukiman orang Mardijker ada di sampingnya. Wilayah ini merupakan petuanan Negri Soya dan berbatasan dengan Batu Merah, berada pada Soya Kecil kecamatan Sirimauw.
#4 Urimessing adalah nama negri yang terletak di kecamatan Nusanive berbatasan dengan wilayah petuanan negeri Soya dan Amahusu. Negri ini membawahi kampung Kusukusu, Mahia dan Tuni sampai berbatas ke kelurahan Waihawong. Di daerah ini dulunya terdapat pemukiman keturunan Arab, Cina, Persia (Iran) dan beberapa negara eropa karena berada persis di dekat pelabuhan Slamet Riyadi yang merupakan pusat perdangangan.
Dalam kearifan lokal orang Maluku, ungkapan 'katong samua orang basudara' berarti 'kita semua bersaudara' yaitu setiap anak negri yang berasal dari maluku baik itu asli/tuni/tulen, keturunan campuran atau bahkan pendatang yang merasa memiliki ikatan dengan Maluku dimana perbedaan bukan menjadi masalah, sehingga ungkapan ini mempunyai makna yang sangat mendalam dan mengikat.
Lalu, apakah ungkapan 'katong samua orang basudara' hanya berlaku secara filosofis untuk orang Maluku ? bagaimana dengan daerah lain di Indonesia ? bagaimana dengan orang di negara lain ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, diperlukan refleksi pribadi yang serius dengan mengatas namakan kemanusiaan.
Source : katong samua orang basudara, marthen m. pattipeilohy
#tahuribabunyi