Dunia mengenali Cakalele sebagai Tari Perang asal Maluku. Faktanya sejak jaman dahulu hingga sekarang, tarian ini digunakan oleh orang Minahasa, Maluku Utara, Maluku Tengah hingga Maluku Tenggara dengan nama tarian yang sama yaitu Cakalele.
Cakalele source |
Cakalele merupakan bahasa tanah yang terdiri dari dua kata yaitu "caka" yang berarti "roh" dan "lele" yang berarti "mengamuk" sehingga Cakalele dapat diartika sebagai roh yang mengamuk (Orang belanda menyebutnya Tjakalele). Lalu apa hubungannya dengan tari perang ?
Sejak jaman kerajaan Nunusaku Maluku (jauh sebelum masa penjajahan), bangsa Alifuru dikenal sangat kuat dalam sistem peperangan walau hanya dengan parang, tombak, salawaku dan busur beserta anak panah yang digunakan untuk menghadapi ancaman dari luar untuk tetap mempertahankan tanah, yang dikenal dengan bahasa "Saka Mese Nusa" yang berarti "jaga baik - baik pulau/tanah ini" atau "Mena Muria" yang berarti "pasukan selalu siap depan blakang". Jaman dulu, sebelum berperang, bangsa Alifuru biasanya memainkan tarian Cakalele, memanggil roh leluhur agar merasuki mereka kemudian pergi berperang, setelah lawannya mati maka prajurit Alifuru akan meminum darahnya sebagai imbalan atas roh yang merasukinya yang sudah membantu dalam berperang. Darah merupakan simbol yang sangat identik dengan Orang Maluku baik dalam berperang maupun dalam menjalin persaudaraan. Sumpah pela gandong jaman dahulu pun ditandai dengan meminum darah untuk mendapat pengakuan persaudaraan yang mengikat.
Tarian Cakalele sendiri pernah penulis lihat dengan jelas dari sela - sela jendela semasa kecil pada kerusuhan Ambon 1998-2000. Mulanya prajurit berpakaian perang lengkap, Parang di tangan kanan, Salawaku di tangan kiri, Busur menyerong dari bahu ke pinggang, rangkaian Anak Panah diikat di punggung, pemusik atau yang bertugas memanggil roh membacakan doa sambil memainkan tifa untuk memanggil roh sedangkan prajurit mulai melakukan tarian (bukan sembarang tarian, ada polanya). Jika musik, tarian atau doa dilakukan dengan proses yang salah maka roh tidak akan datang. Beberapa saat kemudian, prajurit mulai berteriak - teriak, tak lama matanya mulai merah, tangan kanannya sendiri mulai bergerak tidak karuan memotong sana sini (apa saja ditebas) pertanda prajurit tersebut telah dirasuki dan siap untuk berperang. Tidak hanya itu, prajurit yang mencapai level ini pun memiliki badan yang kebal, anti peluru dan tidak bisa dipotong. Kejadian itu tidak pernah penulis lupakan.
Penjelasan senjata yang digunakan :
- Parang & SalawakuParang atau pedang khas orang Maluku itu sangat berbeda dengan pedang pada umumnya. Bentuknya panjang, ujunngnya memiliki sudut.
Parang & Salawaku
sourceSedangkan Salawaku digunakan sebagai tameng untuk menangkis serangan. Jika dalam pertempuran, bagian depan Salawaku biasanya dilumuri dengan pecahan piring/kaca atau benda - benda tajam. - Busur dan Anak PanahBusur yang panjang, dengan anak panah yang panjang berujung besi yang diraut berlancip - lancip. kira - kira seperti ini
Busur dan Anak Panah
source - TombakBentuk Tombak khas Maluku ditunjukan dengan sangat jelas pada Patung Christina Martha Tiahahu di Karpan.
Setelah berakhirnya kerusuhan Ambon, selain pada pusaka masing - masing Negeri di Maluku, senjata - senjata ini kebanyakan disita oleh aparat sehingga sulit ditemukan oleh orang yang tidak berkepentingan. Hingga sekarang, tarian perang ini diperkenalkan pada dunia dengan nama Tari Cakalele atau Tari Hasa. Tari Hasa mirip dengan Tari Cakalele, akan tetapi penari Tari Hasa mementaskannya secara sadar sedangkan penari Cakalele akan dirasuki roh.
Tari Hasa dipertunjukan pada event kebudayaan atau penyambutan tamu, sedangkan Tari Cakalele yang asli hanya digunakan pada upacara adat atau saat mendesak seperti terjadinya perang.
#tahuribabunyi
Post a Comment