" Di Pulau Ambon terdapat 10 zona garis patahan. Tiga diantaranya berada pada daerah pemukiman padat penduduk. Jalan Pattimura Ambon naik sampai ke kawasan Batu Meja masuk dalam salah satu zona patahan itu. Yang lebih rawan lagi adalah daerah Poka-Rumah Tiga karena dilalui tiga garis patahan. Ketiga garis patahan itu berada di Tanjung Marthapons, di belakang Poka Rumah Tiga dari Waiyame melintang garis patahan sampai ke Telaga Kodok dan patahan dari Waiyame naik ke arah Utara Pulau Ambon. Dengan kondisi seperti itu membuat kawasan ini sangat rawan. Patahan-patahan ini akan aktif kalau terjadi gempa besar. " paragraf ini dikutip dari sumber kompasiana.
Zona Patahan Indonesia source image: http://www.politikindonesia.com/userfiles/aaaa10.jpg |
Setelah ditelusuri dan menyocokan dari berbagai sumber, memang benar uraian di atas sekalipun agak kurang datail. Hanya saja maksud dari postingan ini di angkat untuk dibahas adalah karena berkaitan dengan Jembatan Merah Putih (JMP).
Jangan menebak, tapi mari kita pikirkan berdasarkan fakta dan disiplin ilmu yang kita miliki khususnya dalam bidang fisika dan geografi (struktur tanah). Apa hubungan antara JMP dan struktur patahan di pulau Ambon ?
Bukan potensi bencana, tetapi pendongkrak potensi bencana.
Kenyataan sekarang adalah pulau Ambon berada di atas 10 patahan yang memiliki potensi gempa tektonik. Tiga patahan di antaranya berada pada area Poka-Rumah Tiga dan Tanjung Marthapons yang menjadi lokasi pembangunan JMP. Berikut merupakan dampak JMP sebagai potensi bencana gempa;
Perubahan pola arus
Akibat penanaman tiang pancang yang diawali dengan pengeboran, menyebabkan adanya lubang baru yang dapat dikategorikan besar di bawah laut (teluk) sehingga mempengaruhi pola arus laut. Belum diketahui secara pasti perubahan pola arus di sekitar area JMP bersifat permanen atau sesaat.
Struktur tanah
Sebagian besar Orang Ambon asli paham mengenai pantai Galala yang struktur tanahnya berasal dari kumpulan lumpur yang sangat tebal (akibat tsunami yang pernah terjadi: cek catatan Rumphius). Memang hal ini diserahkan sepenuhnya kepada pihak Pembangunan JMP, Akan tetapi resikonya sangat besar untuk menentukan titik - titik tiang pancang yang bisa dilihat pada pola jembatan yang tidak segaris lurus (sedikit berkelok di daerah Galala) padahal panjang jembatan hanya 1.140 meter.
Vibrasi
Hal ini belum terjadi namun memiliki potensi yang sangat besar untuk memicu becana. Masih belum tau secara akurasi berapa kapasitas dari JMP tersebut dalam menampung total kendaraan (beban maksimal) akan tetapi hukum getaran tetap berlaku, baik dari alam maupun dari manusia. Getaran harmonik bisa saja timbul dari angin yang menerpa JMP dan mengakibatkan vibrasi (jika memiliki resonansi yang sama). Mungkin tidak seburuk Jembatan Tacoma ini;
Youtube : Tacoma bridge collapse
Tetap saja ada vibrasi yang terjadi jika jembatan ini kelak sudah berfungsi dengan beban maksimal, baik karena vibrasi dari alam (angin) maupun aktivitas lalu - lintas di jembatan itu sendiri dan tentunya akan berpengaruh pada tiang pancang yang tadinya ditanam pada struktur tanah yang berdekatan dengan lumpur dan pola arus yang sudah mulai berubah. Belum lagi mengenai pesta malam pergantian tahun yang biasanya diadakan di atas JMP. Jumlah orang yang banyak yang berjalan di jembatan ini jika bersamaan dengan lalu - lintas kendaraan maka kemungkinan vibrasi yang terjadi di jalan raya akan semakin besar.
Karena memperhitungkan konstruksi JMP yang dikerjakan oleh perusahaan ternama maka jembatan yang dikhususkan untuk kendaraan ini sebaiknya digunakan sebagaimana fungsinya, jika kondisi cuaca sedang buruk, sebaiknya aktifitas lalu - lintas dibatasi.
#tahuribabunyi
Post a Comment